Kamis, 20 Desember 2012

Pemain-pemain Terkenal yang Lahir dari Persebaya

Persebaya juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional Indonesia baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Abdul Kadir, Rusdy Bahalwan, Rudy Keltjes, Didiek Nurhadi, Soebodro, Riono Asnan, Yusuf Ekodono, Syamsul Arifin, Subangkit, Mustaqim, Eri Irianto, Bejo Sugiantoro, Anang Ma'ruf, Hendro Kartiko, Uston Nawawi, Chairil Anwar, dan Mursyid Effendi merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persebaya dan ada satu lagi pemain Persebaya yang sekarang Mamang terkenal walaupun kecil tapi larinya sangat kencang siapa siapa yang tidak tahu dengan nama Andik Vermansyah.
Salah satu yang cukup dikenang adalah Eri Irianto, pemain timnas era 1990-an yang meninggal dunia pada tanggal 3 April 2000 setelah tiba tiba menderita sakit saat Persebaya menghadapi PSIM Yogyakarta dalam pertandingan Divisi Utama Liga Indonesia 1999/2000. Eri Irianto meninggal di rumah sakit pada malam harinya. Nama Eri kemudian dipakai sebagai nama Wisma/Mess Persebaya yang diresmikan pada tanggal 25 April 1993.
Persebaya pernah mendapat pemain yang sangat berkualitas di ajang Liga Djarum 2005, pemain itu bernama Zeng Cheng ia berposisi sebagai Kiper. Zeng Cheng berasal dari China dan bagusnya ia membela Timnas U-20 China sebagai Kiper Cadangan. Dan sekarang, Zeng Cheng masuk daftar Kiper ketiga di Timnas Senior China.

Sejarah Bonek "supporter Persebaya"

Istilah bonek muncul secara tiba-tiba. Nama besarnya pun ada karena media masa. Awalnya, bonek mempunyai reputasi bagus, namun dalam perkembangannya, lebih berkonotasi negatif.
Berawal dari sebutan populer untuk suporter Persebaya (kala itu "Green Force"). Antusias tak hanya datang dari Surabaya, namun dari kota-kota besar di Jawa Timur. Begitu antusiasnya Jawa Pos, sampai dalam headline news tertulis "Hijaukan Senayan" dan sambutan masyarakat Surabaya serta Jawa Timur pun luar biasa.
Modal tekad menghijaukan Senayan begitu menggebu. Yang punya duit pas-pasan masih punya cara menggandol truk secara estafet dari Surabaya-Jakarta sambil ngamen. Bahkan ada yang berangkat jauh-jauh hari ke Jakarta (meski Persebaya belum tentu masuk final) dengan menumpang kereta Pertamina yang jalannya bak keong..., yang penting sampai Jakarta.
Semangat positif dan antusiasme tanpa ANARKIS dan KERUSUHAN dengan melibatkan masa banyak itulah yang mendapatkan acungan jempol banyak kalangan di Indonesia kala itu.
Sebagai catatan:
- Menghijaukan Senayan dengan 110 ribu penonton dari Surabaya dan Bandung. Jumlah suporter Persebaya sekitar 40%. Ini merupakan rekor jumlah penonton yang barangkali rekor ini belum terpecahkan.
- Semangat heroik suporter Persebaya yang memanjat dan merayab sampai atap Senayan yang berbentuk lingkaran hanya untuk membentangkan spanduk super raksasa yang berwarna hijau bertuliskan "Merah Darahku Putih Tulangku Bersatu dalam Semangatku".
Semangat dengan berbagai cara yang HALAL untuk datang mendukung Persebaya ke Senayan membuat beberapa media masa, terutama Jawa Pos sebagai pelopornya, mengistilahkan BONEK, tidak ditunjukkan oleh generasi bonek-bonek saat ini yang justru nekad menghalalkan segala cara.
Kesalahan terjadi karena:
- Bonek sebelumnya yang tidak meninggalkan warisan reputasi bagusnya.
- Media masa yang kadang cenderung mengompori dan membenarkan.
- Salah kaprah tekad dan modal nekad serupa tak sama. Tekad lebih ke semangat untuk melakukan tindakan, sedangkan nekad lebih ke tindakan yang dilakukannya. Seharusnya bondo tekad, bukan bondo nekad, namun untuk kemudahan pengucapan cenderung BondoNekad alias BONEK.
Perjalanan Persebaya sebagai klub kebanggaan kota Surabaya beberapa tahun terakhir terkesan mandul. Ini seiiring larangan dan sanksi yang mesti diterima  karena ulah BONEK yang cenderung brutal.
Memasuki laga LPI (Liga Primer Indonesia), Persebaya mempunyai nama baru. Meski Persebaya mempunyai dua nama rupanya BONEK tetap satu. Mudah-mudahan nama baru Persebaya di LPI, bisa diikuti pembaruan ulah BONEK-nya!

Pemain Andalan Persebaya

Profil Pemain andalan Persebaya 1927

Mungil, cepat, lincah, tajam, penuh determinasi, dan pekerja keras. Selain Oktovianus Maniani, ciri-ciri ini juga mencerminkan sosok gelandang Tim Nasional U-23, Andik Vermansyah.
http://bolakita.com/foto_berita/34andik%20vermansyah.jpeg
Aksinya yang brilian terlihat jelas saat membela Timnas U-23 saat melawan Kamboja di laga perdana SEA Games XXVI tahun 2011, Senin lalu. Dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 6-0 untuk Indonesia itu, kecepatan dan kelincahan Andik mampu mengobrak-abrik pertahanan lawan hingga membuahkan satu gol dan memberikan satu umpan indah yang berujung pada gol terakhir untuk Indonesia.
Andik yang masuk menggantikan Ferdinand Sinaga pada menit ke-61 langsung menunjukkan kualitasnya sebagai pemain yang mengandalkan kecepatan. Pada menit ke-80, pemain bernomor punggung 21 ini berlari dengan sangat cepat sambil membawa bola dan berhasil melewati satu gelandang bertahan Kamboja ke dalam kotak penalti Kamboja.
Insting tajamnya pun bermain. Melihat celah yang terhampar, tanpa pikir panjang Andik segera menembakkan bola dengan keras dari kaki kanannya. Kiper Kamboja pun tak kuasa menahan bola yang melaju deras ke arah gawangnya.
Empat menit kemudian, aksinya kembali berbahaya. Menerima bola dari Stevie Bonsapia, Andik berlari seperti kijang meninggalkan para pemain lawan dan mendekati gawang Kamboja. Namun, meski berada dalam posisi yang memungkinkan untuk mencetak gol, pemain yang membela Persebaya 1927 ini justru tidak bersikap egois. Dia memberikan umpan kepada Ramdhani Lestaluhu yang berada dalam posisi lebih menguntungkan. Gol keenam untuk Indonesia pun tercipta.
Andik menyadari betul kelebihannya itu. Kecepatan menjadi andalan utamanya dalam bermain sepak bola. Namun, itu pun tidak diperolehnya dengan mudah. Pemain dengan tinggi badan 162 cm ini harus berlatih keras untuk sampai pada tingkat kecepatan tertingginya.
Latihan berlari tak hanya dilakukannya di lapangan. Andik biasa melakoni latihan berlari dengan menaiki tangga, baik tangga jembatan maupun tangga di mal. Pernah pula dia beradu cepat dengan taksi.
"Pernah waktu itu aku lomba sampai lima kali, setelahnya aku langsung muntah-muntah ha-ha-ha...," kata pria berusia 19 tahun ini sambil tertawa.
Kecepatan, kelincahan, dan kemampuan dribling yang di atas rata-rata membuat Andik mendapat julukan "Lionel Messi" dari Surabaya. Dia mengaku senang disamakan dengan Messi. Namun, dengan rendah hati, pemain yang justru mengidolakan Cristiano Ronaldo ini menekankan bahwa dirinya tak sehebat striker Argentina andalan Barcelona tersebut.
"Saat aku bermain, para Bonek selalu teriak 'Messi... Messi... Messi'. Saya senang dipanggil Messi, tapi kan beda jauh," ujarnya lugu.


Dari jualan es sampai SSB gratis


Andik kini berada di tim nasional, bermain di Stadion Utama Gelora Bung Karno dan berlaga untuk nama bangsa di kancah internasional. Namun, siapa sangka, langkah awalnya bermain bola tidak seindah saat ini. Dulu, untuk membeli sepatu sepak bola saja sulit.
Ayahnya, Saman, hanya seorang tukang bangunan. Sementara ibunya, Jumiah, hanya seorang tukang jahit. Orangtuanya yang berpenghasilan pas-pasan tak memiliki dana lebih untuk membantu Andik mewujudkan mimpinya. Maka, tak heran bila pada awalnya Andik tidak diizinkan menekuni sepak bola.
Namun, dorongan yang kuat membuat Andik tak mudah patah semangat. Dia pun berjuang sendiri demi mewujudkan mimpi jadi pemain sepak bola profesional. Berbagai upaya ditempuhnya, mulai dari jualan kue dan es hingga bermain sepak bola antarkampung (tarkam) ke luar Surabaya dilakoninya, hanya untuk bisa membeli sepatu bola.
Langkahnya menunjukkan titik terang ketika Pelatih SSB Suryanaga, Rudi, melihat bakat besarnya. Rudi pun menawarinya untuk menimba ilmu di sekolah sepak bola di Jember itu. Gratis.
"Waktu itu dia iseng nonton aku bermain dan dia bertanya kamu ikut SSB apa? Aku jawab, tidak ada. Aku pun diajak ke Suryanaga, gratis. Terus aku bilang kakak dan diizinkan," ungkapnya.
Ayah dan ibunya pun tak memiliki alasan untuk terus melarang. Mereka pun berbalik mendukung Andik hingga bermain untuk Persebaya Yunior dan berkarya di PON.


Selalu pikirkan masa depan


Anak bungsu dari empat bersaudara ini pun tak ragu menyebutkan bahwa kedua orangtuanyalah yang justru paling berjasa dalam kehidupannya. Mantan bintang kesebelasan PON Jawa Timur ini menilai sikap dan dukungan dari orangtuanya telah melecut dirinya untuk menjadi seorang Andik seperti sekarang ini.
Selain untuk masyarakat Indonesia, gol yang dicetaknya dalam pertandingan melawan Kamboja kemarin pun dipersembahkannya untuk ayah dan ibu tercinta. Menurutnya, orangtua selalu mendoakan yang terbaik baginya. Bahkan, rela berpuasa demi kesuksesannya. Maka, tak heran bila Andik selalu berusaha menyenangkan mereka.
"Alhamdulillah... Selama merantau di Surabaya, aku sudah membelikan rumah atas nama orangtuaku karena itu sudah menjadi janji dari batinku. Alhamdulillah juga, aku sudah memberangkatkan ibu pergi umrah. Insya Allah kalau ada rezeki mau naikkan haji kedua orangtua," ungkap Andik yang kabarnya pernah dilirik oleh pemain Portugal, Rui Costa.
Andik selalu diingatkan untuk tidak lupa diri meski kariernya kini tengah menanjak. Dia sudah memikirkan masa depannya. Selain berharap bisa terus berkiprah di dunia sepak bola sampai akhir hayatnya, penyuka tempe penyet ini berencana untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi dan berinvestasi dengan membangun rumah kos di Surabaya.
"Kalau ada rezeki mau bikin kos-kosan, buat masa depan. Aku selalu mikir masa depan karena aku melihat betapa sulitnya orangtua aku mencari uang," ujarnya singkat.



Data singkat Andik Vermansyah


Nama lengkap                        : Andik Vermansyah
Nama kecil/Panggilan           : Andik
Tinggi Badan                          : 162 cm
Tempat/Tanggal Lahir           : Jember, 23 November 1991
Klub                                          : Persebaya Surabaya 1927
Posisi                                       : Striker
Karie                                        : Klub Junior 2007- Persebaya Surabaya 2008 - PON Jatim 2008 - POM ASEAN
                                                     Klub Profesional 2008 - 2011 Persebaya Surabaya
                                                     Tim Nasional 2011 - Tim Nasional Indonesia U-23
Makanan kesukaan                : Tempe penyet
Pemain idola                          : Bejo Sugiantoro dan Cristiano Ronaldo
Klub idola                                : Real Madrid dan Persebaya
Nama ayah                             : Saman
Nama ibu                                : Jumiah.

Prestasi yang diraih Persebaya

PERSERIKATAN
    1938 – Runner-up, kalah dari VIJ Jakarta
    1942 – Runner-up, kalah dari Persis Solo
    1950 – Juara, menang atas Persib Bandung
    1951 – Juara, menang atas Persija Jakarta
    1952 – Juara, menang atas Persija Jakarta

    1965 – Runner-up, kalah dari PSM Ujungpandang (sekarang PSM Makassar)
    1967 – Runner-up, kalah dari PSMS Medan
    1971 – Runner-up, kalah dari PSMS Medan
    1973 – Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
    1977 – Runner-up, kalah dari Persija Jakarta
    1978 – Juara, menang atas PSMS Medan
    1981 – Runner-up, kalah dari Persiraja Banda Aceh
    1987 – Runner-up, kalah dari PSIS Semarang
    1988 – Juara, menang atas Persija Jakarta
    1990 – Runner-up, kalah dari Persib Bandung

LIGA INDONESIA
    1994/1995 – Posisi ke-9, Wilayah Timur
    1995/1996 – Posisi ke-7, Wilayah Timur
    1996/1997 – Juara
    1997/1998 – dihentikan
    1998/1999 – Runner-up
    1999/2000 – Posisi ke-6, Wilayah Timur
    2002 – Degradasi ke Divisi Satu
    2003 - Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
    2004 – Juara
    2005 – Mundur dalam babak 8 besar (awalnya diskorsing dua tahun, namun dikurangi menjadi 16 bulan, dan kemudian dikurangi lagi menjadi degradasi ke Divisi Satu)
    2006 – Juara Divisi Satu, Promosi ke Divisi Utama
    2007 – Posisi ke-14, Wilayah Timur (Tidak lolos ke Super Liga)
    2008 – Peringkat ke-4. Mengalahkan PSMS Medan dalam Babak Playoff lewat drama adu penalti. Kemudian, secara otomatis Persebaya lolos ke ISL.
2011 - Juara Unity Cup, Mengalahkan Kelantan FA Malaysia 4-3 (1-1 dan 3-2)

Sejarah Terbentuknya Persebaya

Persatuan Sepak bola Surabaya (disingkat Persebaya) adalah sebuah tim sepak bola Indonesia yang berbasis di Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Persebaya saat ini bermain di Liga Primer Indonesia . Pada akhir tahun 2010, seiring dengan kontroversi penyelenggaraan Liga Primer Indonesia (LPI), Persebaya pecah dan akhirnya melahirkan Persebaya 1927.[1]
Contoh logo Bonek dari sekelompok pendukung atau suporter kesebelasan Persebaya Surabaya.
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.
Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, prestasi SIVB yang hampir semua pemainnya adalah pemain pribumi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa melejit dan kembali mencapai final sebelum dikalahkan oleh Persis Solo. Akhirnya pada tahun 1943 SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh Dr. Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951 dan 1952.
Tahun 1960, nama Persibaja diubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan tujuh kali menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973, 1977, 1987, dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya.